bakpti.unisma.ac.id, 28/07/20. PENDIDIKAN memiliki peran strategis dalam membangun kehidupan manusia. Pendidikan sebagai sarana untuk menghasilkan generasi unggul yang berkarakter. Generasi yang dilahirkan dari produk pendidikan Indonesia tentu diharapkan tetap memegang teguh karakter kekhasan Indonesia. Karakter kekhasan ini harus menjadi pondasi bagi siapapun dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia.
Saking pentingnya posisi pendidikan,hal ini juga diamini oleh pemerintah, salah satunya dengan jalan komitmen untuk menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total anggaran negara. Ini luar biasa. Tentu tidak cukup hanya dengan peran pemerintah saja, tetapi peran masyarakat luas, baik melalui jalur formal maupun nonformal tetap harus berjalan bersama beriringan menuju satu komitmen, ialah memajukan pendidikan di Indonesia
Memang, pendidikan tidak bisa hanya dibebankan kepada masyarakat jalur formal saja. Pendidikan tidak mungkin hanya dibebankan kepada pemerintah, kepala sekolah, guru, dan pengurus yayasan saja. Siapa pun di antara kita, baik yang yang berstatus sebagai guru, berstatus sebagai petani, pegawai, ibu rumah tangga, bahkan juga para peserta didik; baik di tingkat sekolah maupun di perguruan tinggi ataupun bahkan komunitas masyarakat pada jalur pendidikan non-formal; semua memiliki peluang yang sama untuk berkontribusi nyata dalam dunia pendidikan. Semuanya harus berkomitmen satu tujuan: memajukan pendidikan Indonesia.
Pikiran-pikiran yang kreatif, orisinil, tentu harus disosialisasikan kepada khalayak luas, terutama kepada para pemegang kebijakan pendidikan. Saya yakin, setiap kita- individu manusia pasti memiliki banyak ide atau gagasan yang orisinil dan khas, dalam rangka untuk membangun Pendidikan Indonesia menjadi lebih baik, dari masa ke masa. Langkah konkret seperti inila telah dicontohkan, salah satunya dilakukan oleh Agung Nugroho Catur Saputro.
Melalui bukunya berjudul “Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai”, Agung Nugroho berupaya untuk menyosialisasikan gagasan dan pemikirannya seputar pendidikan. Buku ini penting kita jadikan sebagai salah satu rujukan dalam rangka membangun Pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Terdapat 5 bagian yang disajikan melalui buku yang diterbitkan penerbit Haura utama ini. Bagian pertama, penulis memaparkan tentang bagaimana mengembangkan pendidikan yang memiliki karakter religius. Karakter religius ini harus menjadi pondasi utama dalam mengembangkan pendidikan Indonesia. Saat ini arus teknologi informasi termasuk goncangan Covid-19 telah berhasil mengubah paradigma pendidikan dari era lama menuju era baru. Hal mendasar yang perlu kita renungkan adalah bahwa setiap individu kita tidak bisa lari dari teknologi informasi. Oleh karena itu, pendidikan harus terus mengikuti perkembangan zaman dengan tetap membangun pondasi yang kokoh dengan karakter yang religius sesuai dengan watak manusia Indonesia.
Kedua, membincang tentang Desain kurikulum pembelajaran. Paradigma yang dibangun dalam mengembangkan desain kurikulum pembelajaran adalah bagaimana melakukan internalisasi nilai-nilai religius ke dalam kurikulum pembelajaran, agar gagasan yang sudah tertanam dengan baik itu dapat mudah diimplementasikan melalui pembelajaran. Dalam mengembangkan desain kurikulum pembelajaran ini tentu kita juga tidak bisa menafikan peran teknologi informasi. Satu kata kunci, yaitu pembelajaran harus terus melakukan adaptasi, adaptasi sesuai dengan zamannya.
Untuk memperkaya gagasan dan wawasan pembaca, penulis mencoba menghadirkan kurikulum pembelajaran di berbagai negara. Dalam paparannya di bagian ketiga ini penting menjadi landasan bagi kita semua tentu, bahwa kita tidak boleh egois terhadap kurikulum diri sendiri. Kita perlu melihat kurikulum pelajaran yang berlaku di negara-negara lain seperti di Singapura di Israel di Brunei Darussalam hingga di Amerika Serikat. Kita juga bisa belajar dari mereka, tetapi kita tetap harus memiliki kurikulum yang khas khas Indonesia.
Bagian keempat, penulis memaparkan bagaimana seharusnya menjadi pendidik yang professional. Pendidik yang profesional sudah seyogyanya memiliki mental maju, mental terus belajar, mental terus mengikuti arus perubahan zaman. Ketika kita sudah mengikrarkan diri menjadi pendidik maka kita harus terus mengembangkan diri menyesuaikan zaman. Termasuk juga, harus memahami bahwa yang dihadapi masa depan antara guru dengan peserta didik itu berbeda. Oleh karena itu pendidik harus mampu menyiapkan generasi yang tanggap sesuai dengan zamannya masing-masing.
Terakhir, bagian kelima, sesuai dengan latar belakang keilmuan penulis yakni bidang studi Pendidikan Kimia, Agung Nugroho mencoba melengkapi uraian yang tepat tentang perkembangan riset terkini di bidang kimia. Hal ini juga penting, karena kita tidak boleh hanya puas berdiam diri. Kita harus terus mengikuti perkembangan keilmuan yang ada di dunia ini. Ilmu apapun. Sehingga dari sini, kita tergerak untuk terus maju dan maju.
Yang menjadi kelebihan dari buku ini adalah penulis mencoba menawarkan gagasan dan pikirannya seputar pendidikan yang di dalamnya diberi kekayaan tentang cara pandang pembelajaran yang diterapkan dalam studi kimia. Inilah yang akan menjadi nilai plus buku ini. Buku ini penting untuk dibaca bagi pemegang kebijakan pendidikan, pelaku pendidikan atau siapa pun yang memiliki perhatian terhadap pengembangan pendidikan. Paling tidak dengan buku ini telah menggugah kesadaran kita semua, bahwa siapa pun kita harus membangun kontribusi riil untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Hemat saya, kalau semua individu kita masing-masing memiliki kontribusi terhadap kemajuan pendidikan, maka pendidikan Indonesia akan cepat berkembang maju akan cepat menghasilkan generasi unggul yang berkarakter. Semoga.***
*) IDENTITAS BUKU:
Judul Buku : Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai
Penulis : Agung Nugroho Catur Saputro
Penerbit : Haura Utama, Sukabumi
Tebal : 208 halaman
Cetakan : I, Juni 2020
*)Tulisan asli berita ini dimuat timesindonesia.co.id (https://www.timesindonesia.co.id/read/news/287133/berpikir-untuk-pendidikan-)
*)*)Penulis: Abdul Halim Fathani, S.Si., M.Pd, Dosen Program Studi Matematika FKIP, Universitas Islam Malang (UNISMA).
Edisi 28 Juli 2020